www.apikkaliwungu.com_Kaliwungu Sabtu 23 Maret 2024 M/13 Ramadhan 1445 H_KH. Irfan bin Musa bin Abdul Baqi bin Maarif bin Qomaruddin bi Jiwosuto (wafat 13 Ramadhan tahun 1349 H bertepatan dengan bulan Februari tahun 1931) semasa kecilnya memiliki nama Muhammad Basyir. Oleh masyarakat dan santri Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah akrab dengan dipanggil Mbah Irfan. Sepulang dari perjalanan menimba ilmu, kyai Irfan mendirikan pesantren sekaligus menjadi pengasuh pertama Pondok Pesantren Salaf APIK Kaliwungu, pada tahun 1919 M.
Mbah Irfan merupakan salah satu ulama nusantara yang menuntut ilmu ke kota Makkah. Keberangkatan Mbah Irfan ke Makkah atas perintah dari ayahnya, Kiai Musa, di saat ia masih berusia belasan tahun. Kemudian terhitung, setelah hampir 11 tahun bermukim di Makkah, ia kembali ke Kaliwungu pada tahun 1888 M.
Kisah tersebut disampaikan oleh salah-satu cucu kyai Irfan, KH. M. Sholahuddin Humaidullah, dalam acara Dzikro Haul KH Irfan bin Musa di Masjid Besar Al-Muttaqien Kaliwungu, Sabtu (23/3).
“Pada masa remaja, kyai Irfan mengaji kepada ulama setempat salah satunya adalah KH. Abdul Karim Kaliwugu kemudian sekitar umur belasan di bawah 20 tahun ia diutus ayahnya untuk mengaji ke makkah. Kemudian, setelah 11 tahun, beliau pulang pertama (sebelum berangkat ke Makkah lagi) tepatnya pada tahun 1888 M.
Mbah Irfan diceritakan menimba ilmu di makkah selama 11 tahun kemudian pulang ke Kaliwungu satu tahun dan melangsungkan pernikahan terus berangkat lagi untuk kedua kalinya ke Makkah selama 6-7 tahunan. Artinya Kyai Irfan tercatat dua kali pemberangkatan ke tanah suci itu.
“Ketika Kyai Irfan pulang pertama (dari Makkah) langsung menikah, setelah berjalan satu tahun beliau berangkat lagi (ke Makkah) istrinya ditinggal selama 6 atau 7 tahun. Pada waktu itu sekitar tahun 1830 sampai awal tahun 1900-an banyak ulama alim allamah, ulama jawa nusantara yang mengaji di Makkah, diantara guru kyai Irfan adalah syaikh Ahmad Nahrowi yang berasal dari Purworejo.
Syaikhina abah KH. M. Sholahuddin Humaidullah melanjutkan kisah perjalanan Kyai Irfan saat menimba ilmu di tanah suci, di sana kyai Irfan bertemu dengan Kiai Kamali dari Kempek, Cirebon, yang tak lain adalah ayah dari KH Idris Kamali, menantu Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. Ia berteman baik dengan Kiai Kamali hingga sepulang dari Makkah ia mengantarkan Idris Kamali kecil untuk menimba ilmu kepada kyai Irfan.
“Kiai Idris Kamali kelahiran Makkah sekitar tahun 1885-an, Kiai Kamali pulang (dari Makkah) ke Kempek, Cirebon kemudian mendengar bahwa kayai Irfan membuat pesantren akhirnya putra beliau (Kiai Idris Kamali) diutus untuk mondok ke kyai Irfan.
Kyai Irfan pada masa awal pendirian pondok pesantren pernah ikut mengaji kitab Shahih Bukhori kepada Kiai Idris Kamali meskipun secara umur lebih senior Mbah Irfan.
Tradisi seperti ini sudah menjadi kebiasaan di dunia pesantren misalnya seperti kisah Kiai Kholil Bangkalan pernah ikut mengaji kitab hadist kepada Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. “Mbah Irfan tahu kalau Kiai Idris itu orang alim, akhirnya ia (Kiai Idris membuka pengajian Shahih Bukhori dan Mbah Irfan ikut dalam pengajian tersebut. Ini awal awal berdirinya pondok apik,” lanjut pengasuh Pondok Apik sekarang itu.
Jejak Perjuangan
Pada masa penjajah semakin menguat dan di Hijaz terjadi perebutan kekuasaan oleh keluarga Saud yang memegang paham wahabisme dan mempunyai rencana akan menghancurkan peninggalan para sahabat dan ulama salaf, akhirnya para ulama yang dipandegani KH. Hasyim Asy’ari membentuk Komite Hijaz, yang kemudian menjadi spirit mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Kyai Irfan juga turut datang ke kediaman Mbah Hasyim Asy’ari pada waktu didirikanya NU. “Ketika NU itu didirikan Mbah Irfan ikut sowan ke Mbah Hasyim Asy’ari, dan setelah Mbah Hasyim ke Kaliwungu kemudian Mbah Irfan sowan ke Jombang.
Sepulang dari Makkah yang kedua, kyai Irfan menunaikan cita citanya untuk mendirikan Pondok Pesantren Salaf Al-Kaumani dan sekarang dikenal dengan Pondok Pesantren Salaf APIK. Setelah Kiyai Irfan wafat, estafet pengasuh pesantren dilanjutkan KH Ahmad Ru’yat (keponakan Kiai Irfan), kemudian berlanjut kepada KH Humaidullah Irfan (putra Kiai Irfan). Berikutnya kepada KH Imron Humaidullah dan saat ini KH.M. Sholahuddin Humaidullah, keduanya merupakan cucu dari Kiai Irfan.
Berkat kegigihan dan kealiman kyai Irfan pula, ia mampu mendidik putra putri dan para santrinya untuk menjadi orang orang yang berpengetahuan dan alim dalam memahami ilmu agama.
Sehingga, dari Pondok Pesantren APIK ini kemudian muncul pesantren pesantren di belahan Kaliwungu sepeti Ponpes putri ARIS didirikan oleh KH. Ahmadum Irfan (putra Mbah Irfan), Pesantren putri Al-Aziziyah didirikan oleh KH. Abdul Aziz Irfan (putra Mbah Irfan) dan Pesantren Al-Fadlu wal Fadilah didirikan oleh KH. Dimyati Rois (suami dari Nyai Tho’ah, cucu Mbah Irfan), dan puluhan Pondok pesantren di Kaliwungu yang nasabnya masih terhubung dengan KH. Irfan bin Musa atau para muridnya.
Leave a comment