Berita terkini
Mengapa harus belajar Alfiyah ?

Oleh: Abdul Majid Muhdlor M.Pd

www.apikkaliwungu.com_Syaikhina Abah KH. Muhammad Sholahuddin Humaidulloh Irfan sering kali mengutip satu nadhom dalam kitab Alfiyah

وَاْلإِسْمُ قَدْ خُصِّصَ بِالْجَرِّ كَمَا ۝ قَدْ خُصِّصَ اْلفِعْلُ بِأَنْ يَنْجَزِمَا

“Janganlah kau seperti kalimat isim yang mau mengerjakan sesuatu yang rendah menurut kacamata isim, namun berpegang teguhlah seperti kalimat fiil yang bisa hidup istiqomah dan tak mau mengerjakan sesuatu yang tidak semestinya”.

 

Dalam khazanah literatur Islam yang sering dikaji dan dihapalkan di Pondok Pesantren, tak terkecuali Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman Kaliwungu Kendal, kitab nadhom Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) maha karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Alandalusy boleh dibilang satu diantara yang monumental, membahas tentang Kaidah-kaidah ilmu Nahwu (sintaksis) dan Sharaf (morfologi).

 

Siapa Imam Muhammad Ibnu Malik? Beliau berasal dari sebuah daerah yang ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan panglima besar Thariq bin Ziyad. Daerah ini pula yang menjadi pelarian terakhir bagi Saqor Quraisy (rajawali dari kabilah Quraisy) yang lari dari kejaran Pasukan Bani Abbasiyah yang berhasil menundukkan kekuasaan Daulah Bani Umayyah.

Mengapa tertarik mempelajari Nadham Alfiah Muhammad Ibnu Malik? Coba saja perhatikan pada awal Muqadimah Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) telah menimbulkan kontroversi di awal penulisan. Mengapa? Karena Imam Ibnu Malik menggunakan lafal fiil madhi (kata kerja lampau) yang dianggap tak lazim karena para musanif (pengarang) kitab lain dalam mengawali penyusunan kitabnya lebih sering dan cenderung menggunakan lafal dari fiil mudhari’ yang di dalamnya terkandung zaman hal (masa yang sedang terjadi/dilakukan) atau zaman istiqbal (masa yang akan dilakukan).

Apa saja yang dibahas dalam Kitab Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك)? Kitab ini–juga disebut Al-Khulasa al-Alfiyya–membahas dengan detail aturan gramatika Bahasa Arab, membahas tentang kaidah-kaidah Ilmu Nahwu-Sharaf. Mulai dari karakteristik kata benda (isim), kata kerja (fi’il), objek (maf’ul) yang punya banyak variasi, harful jarr (huruf yang mengkasrahkan) beserta faidah-faidahnya, aturan membuat plural (jama’), panggilan (nida’), dan sebagainya.

Sebagai Kitab Mandzumah yang berirama Bahar Rojaz, Alfiyyah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) terbilang sangat lengkap. Hampir semua kaidah Bahasa Arab tercakup di dalamnya, juga diselipkan penggambaran sifat manusia, masalah kehidupan dan isyarat solusinya. Meski secara leksikal adalah kaidah Bahasa Arab.

Di Negara Barat, Kitab Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) ini diberi judul “The Thousand Verses” dan dijadikan panduan dalam bidang kajian Linguistik Arab. Besarnya peranan Alfiyyah (ألفية ابن مالك) dalam mempopulerkan kaidah Nahwu nampaknya menjadi titik puncak bagi harapan Ibnu Malik yang mengungkapkan dalam nadzomnya, “Waqad yanubu ‘anhu ma ‘alaihi dal kajidda kullal jiddi wafrokhil jadal”.

Bersama dengan Kitab Al-Ajurrumiyah, Kitab Alfiyah (ألفية ابن مالك) adalah di antara kitab dasar yang harus pelajar atau santri hafalkan di Pesantren selain Al-Qur’an-Hadits. Kitab ini setidaknya memiliki 43 kitab penjelasan (syarah) dan merupakan salah satu dari dua buku dasar pendidikan bahasa Arab untuk pemula dalam masyarakat Arab hingga Abad ke-20.

Menghafal Kitab Alfiyyah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) dan memahami isinya, memiliki banyak manfaat, diantaranya bisa berbahasa Arab secara baik dan benar. Bisa memahami Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab lain yang berbahasa Arab. Bahkan kalau ada orang yang membaca Al-Qur’an atau kitab-kitab berbahasa Arab dan salah, ia bisa spontan tahu letak kesalahannya.

Kunci cepat menghafal Alfiyyah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) , salah satunya adalah dengan tekun shalat tahajud. Karena Tahajud mempengaruhi ketenangan jiwa dan dari ketenangan jiwa akan mendatangkan kemudahan konsentrasi bagi pengamalnya. Setiap habis maghrib, shalat malam, dan shubuh biasanya menghafal kitab itu, karena waktu itulah yang paling mudah untuk menghafal.

Prinsip utama belajar kaidah Bahasa Arab adalah harus hafal. Seorang santri kalau ingin menguasai al Qur’an, al Hadist atau kitab kuning, maka harus hafal kaidah-kaidah Nahwu. Sehingga saat membaca teks Arab, baik di al Qur’an, al Hadist atau dalam kitab-kitab kuning klasik, seorang santri bisa mengerti tarkib (susunan dan kedudukan) dari kata-kata yang tertulis.

Kitab Alfiyah (ألفية ابن مالك) merupakan kitab Kaidah Nahwu dalam tahap lanjutan (advance), karena kitab Kaidah Nahwu di bawahnya masih ada kitab nadhom al-Imrithy, al-Jurumiyah dan lain-lain. Tak hanya belajar ilmu Nahwu saja yang dipelajari secara berjenjang sesuai dengan tingkat kemampuannya yang menyesuaikan kitab-kitab pegangan utama, seperti Kitab Fiqh, Tauhid, Ahlaq, Tasawuf, Balaghah (Bayan, Badi’, Ma’ani), Mantiq dan lain-lain.

Mengapa Terobsesi untuk Menguasai dan Mengajarkan Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك)? Tentu tak lain tak bukan karena para Ulama’ sendiri mengakui Kitab Alfiyah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) merupakan karya terbaik, teringkas dan terunggul dalam bidang Ilmu Nahwu. Belum lagi, diselipkan didalamnya kalam-kalam penuh hikmah, falsafah dan nasehat yang mampu menyentuh ruh, jiwa hingga ke dasar kalbu.

Beberapa bait syair (kutipan diambil secara acak dan tidak berurut dari Nadham Alfiah Ibnu Malik (ألفية ابن مالك) yang mengandung kalam hikmah tersebut adalah:

مَنْ تَبَحَّرَ فِى عِلْمٍ وَاحِدٍ تَبَحَّرَ جَمِيْعَ الْعُلُوْمِ

Artinya:“Barangsiapa yang tabahur (menguasai secara mendetail dan mendalam layaknya lautan) terhadap suatu ilmu (nahwu shorof), maka orang itu akan (mampu) tabahur pada semua ilmu”.

فَارْفَعْ بِضَمِّ وَانْصِبَنْ فَتْحَا وَجُرّ ۝ كَسْرًا كَذِكْرُ اللهِ عَبْدَهُ يَسُرْ
وَاجْزِمْ بِتَسْكِيْنٍ

Artinya:“Bercita-citalah setinggi langit, dan berteriaklah yang mulia, serta rendahkanlah hatimu. Insya Allah dirimu akan mendapat kemudahan serta kebahagiaan dan mati dengan khusnul khotimah” Amin.

وَكُلُّ حَرْفٍ مُسْتَحِقُّ لِلْبِنَا ۝ وَاْلأَصْلُ فِى الْـمَبْنِى أَنْ يُسَكَّنَ

Artinya:“Setiap individu hendaklah memiliki jiwa yang kokoh, berpegang teguh pada kebenaran.dan pada hakekatnya keteguhan seseorang tergantung pada keistiqomahan hati, karena (banyak plin-plan merupakan ciri konyol)”

وَكُلُّ مُضْمَرٍ لَهُ الْبِنَا يَجِبْ ۝ وَلَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِبْ

Artinya:“Setiap rahasia itu wajib disimpan. Apabila tidak dapat menyimpannya, maka akan diremehkan/tidak dipercaya. Namun sebaliknya, ”

لِلرَّفْعِ وَالنَّصْبِ وَجَرِّنَا صَلَحْ ۝ كَأَعْرِفْ بِنَا فَإِنَّنَا نِلْنَا الْـمِنَحْ

Artinya:“Santri intelektual yaitu santri yang mampu mengadaptasikan diri dengan keadaan sekitarnya, dengan reputasi fleksibel, bersama golongan elit okey, golongan menengah okey, golongan bawahpun okey, karena itulah santri bisa hidup bahagia dimanapun ia berada”

وَقَدِّمِ اْلأَخَصَّ فِى اتِّصَالِ ۝ وَقَدِّمَنْ مَا شِئْتَ فىِ انْفِصَالِ

Artinya:“Dahulukanlah orang yang lebih mulia didalam pangkat, derajat, maupun umur dari pada dirimu. Setelah itu kamu boleh mendahulukan siapa saja yang kau kehendaki”

وَالْخَبَرُ الْجَامِدُ فَارِغٌ وَإِنْ ۝ يُشْتَقُ فَهْوَ ذُوْ ضَمِيْرٍ مُسْتَكِنْ

Artinya: “Seorang yang keras kepala, tidak mau menerima pendapat orang lain, selalu mau menang sendiri itu tandanya orang bodoh (kosong akal pengetahuannya). Dan orang yang selalu lapang dada, tahu akan kondisi dan situasi, bisa tampil dengan fleksibel, itu pertanda orang yang pengetahuannya luas”.

وَغَيْرُ مَاضٍ مِثْلُهُ قَدْ عَمِلَا ۝ إنْ غَيْرُ مَاضٍ مِنْهُ اسْتُعْمِلَا

Artinya: “Ilmu yang belumkau pelajari itu bisa dikaji sendiri bila ilmu yang pokok telah kau kuasai serta tekun untuk memperdalamnya (seperti ilmu nahwu, shorof, balaghoh dan manthiq)”.

وَوَصْلُ مَا بِذِى الْحُرُوْفِ مُبْطِلُ ۝ إعْمَالُهَا وَقَدْيُبْقَى الْعَمَلُ

Artinya:“Suatu pekerjaan yang tidak dikerjakan dengan sungguh-sungguh, bahkan dicampur aduk dengan pekerjaan lain, pastilah hasilnya tidak begitu memuaskan, seperti dalam belajar, namun ingatan tertuju pada kekasihnya terus”.

وَجَرِّدِ الْفِعْلَ إذَا مَا اُسْنِدَا ۝ لِاثْــنَــيْنِ أَوْجَمْعٍ كَفَازَ الشُّهَدَاءَ

Artinya: “Pusatkanlah pikiranmu pada satu permasalahan, sehingga kau selesaikan dengan sebaik mungkin, jangan kau campur aduk dengan yang lain, walaupun berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus masalah yang kau hadapi”.

لَا أَقْعُدُ الْجُبْنُ عَنِ الْهَيْــجَاءِ ۝ وَلَوْ تَوَالَتْ زُمَرَ اْلأَعْدَاءِ

Artinya:“Aku takkan putus asa dalam meraih cita-cita sejati, walaupun cobaan datang silih berganti menghadangku. Aku tidak akan duduk bertopang dagu karena pertempuran, meski menghadapi gelombang musuh yang datang silih berganti”.

وَكُلُّ وَقْتٍ قَابِلٌ ذَاكَ مَا ۝ يَقْبَلُهُ الـمَكَانُ إِلَّا مُبْــهَمًا

Artinya: “Setiap waktu bila digunakan seefesien mungkin, maka kita akan sadar apa arti hidup ini yang sesungguhnya, dan waktu tidak akan berarti bila digunakan seenaknya saja,kecuali hanya berlalu dengan tanpa arti”.

كَرُبَّ رَجِيْنًا عَظِيْمِ اْلأَوَّلِ ۝ مُرَوَّعِ الْقَلْبِ قَلِيْلِ الْحِيَلِ

Artinya: “Sebagai kreatifitas santri yang menjunjung tinggi integritas, agung cita-citanya, tenang hatinya, sedikit sifat dengki serta congkaknya hendaklah selalu mengharapkan Ridlo dan Rahmat Allah ﷻ dan selalu menerima apa adanya dari Allahﷻ,”.

وَرُبَّـــمَا أَكْسَبَ ثَانِ أَوَّلًا ۝ تَـــأْنِـــيْــثًـــا كَانَ لِحَذْفٍ مُوْهَلًا

Artinya: “Terkadang watak serta tabiat seseorang itu cepat sekali menular pada temannya, demikian itu bila temannya tersebut tidak kokoh dalam pendirian dan kurang akan keistiqomahan hatinya”.

وَلَا يُضَافُ اسْمٍ بِهِ اتَّـــحَدْ ۝ مَعْنَى وَأَوِّلْ مُوْهِمًا إِذَا وَرَدْ

Artinya: “Seorang santri janganlah berteman dengan hanya seorang saja untuk mengutarakan segala sesuatu permasalahan, sehingga tak menghiraukan teman yang lain. Bila memang mempunyai teman akrab, hendaknya saling menjaga antara satu sama lain”.

وَلَا تُضِفْ لِـمُفْرَدٍ مُعَرَّفِ ۝ أَيَّـــا وَإِنْ كَـــرَّرْتَـــهَا فَأَضِفِ

Artinya:“Janganlah kau mencintai seseorang dengan sepenuh hati sebelum mengetahui persis akan sifatnya, dan apabila kau telah memahami akan isi hatinya, barulah kau mencintainya dengan kasih sayang sejati berdasarkan Norma-norma hukum Islam”.

وَمَا يَلِـــىْ الْـمُضَافَ يَــأْتِى خَلَفَا ۝ عَنْهُ فِى اْلإِعْرَابِ إِذَا مَا حُذِفَا

Artinya:“Santri itu menjadi generasi penerus bagi perjuangan para ulama’ di muka bumi ini, di kala ulama’ dipanggil untuk menghadap keharibaan Allah ﷻ”.

وَأَلِّفًا سَلِّمْ وَفِى الْـمَقْصُوْرِ عَنْ ۝ هُذَيْلِ نِانْـــقَــلَابُـــهَا يَاءً حَسَنْ

Artinya: “Orang yang lurus perilakunya sesuai dengan kriteria hukum syari’at, pastilah akan selamat dunia akhirat. Dan orang yang selalu berfikir pendek serta kurang hati-hati dalam bersikap, tentu akan terombang-ambing dengan keadaan sekitarnya”.

وَجُرَّ مَا يَــتْبَعُ مَا جُرَّ وَمَنْ ۝ رَاعِى فِى اْلإتْــبَاعِ الْـمَحَلِّ فَحَسَنْ

Artinya:“Orang yang selalu mengikuti jejak sifat temannya yang tidak baik, pasti akan terbawa sifat temannya tersebut bila tidak benar-benar pandai dalam menjaganya. Dan bila pandai membawa diri, bahkan bisa meluruskan sifat temannya, maka itu lebih terpuji”.

وَاجْرُرْ أَوْ انْصِبْ تَابِعَ الَّذِى انْخَفَضْ ۝ كَمُبْـــتَغِى جَاهٍ وَمَالًا مَنْ نَـهَضْ

Artinya: “Rendahkanlah atau sadarkanlah orang yang selalu mengikuti hawa nafsu yang rendah seperti orang yang selalu mencari derajat dan pangkat serta haus untuk mereguk harta benda”.

وَكُـلُّ مَا قُرِّرَ لِاسْمٍ فَاعِلٍ ۝ يُعْطَى اَسْمَ مَفْعُوْلٍ بِلَا تَفَاضُلٍ

Artinya: “Setiap orang yang melakukan suatu perbuatan, maka akan mendapat hasil yang dikerjakannya”.

وَزَكِّـــهِ تَزْكِـــيَـــةً وَأَجْمَلَا ۝ أَجْمَالَ مَنْ تَجَمُّلًا تَجَمَّلًا
وَاسْتَعِذِ اِسْتِعَاذَةً ثُمَّ أَقِمْ ۝ إقَامَةً وَغَالِـبًا ذَا الـــتَّـا لَزِمْ

Artinya: “Sucikanlah hatimu, hiasilah dirimu seperti orang yang pandai menghias dirinya dengan budi pekerti yang luhur.dan mintalah pertolongan serta lindungan pada Yang Maha Bijaksana, apabila mampu mengerjakannya Insya Alloh Swt akan tetap mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat”.

صِفَةُ نِاسْتُــحْسِنَ جُرَّ فَاعِلٍ ۝ مَعْنَى بِـهَا الـمُشْبِـهَةِ اسْمِ الْفَاعِلِ
وَصَوْغُهَا مِنْ لَازِمٍ لِحَاضِرٍ ۝ كَظَاهَرَ الْقَلْبِ جَمِيْــلِ الْحِيَـلِ

Artinya: “Karakteristik santri yang selalu merendahkan diri, mampu menjadi figur bagi orang lain, memegang teguh loyalitas, stabil suci hatinya dan baik lahiriyahnya”.

وَعَمَلُ اسْمٍ فَاعِلِ الْـمُعَدَّى ۝ لَهَا عَلَى الْحَدِّ الَّذِى قَدْ حُدَّا

Artinya: “Usahanya orang kreatif dan selalu optimis akan keberhasilannya, pasti akan mendapatkan hasil yang gemilang dengan apa yang diusahakannya”.

كَـــلَنْ تَرَى فِى النَّاسِ مِنْ رَفِـــيْــقٍ ۝ أَوْلَى بِهِ الْفَضْلُ مِنَ الصِّدِّيْــقِ

Artinya: “Orang yang selalu melihat temannya dengan rasa kasih sayang, maka lebih utama dari pada orang yang jujur”.

وَلَا تَعُدْ لَفْظُ ضَمِيْرٍ مُــتَّصِلْ ۝ إلَّا مَعَ اللَّفْظِ الَّذِى بِهِ وُصِلْ

Artinya:

“Dalam membuat karya tulis, risalah maupun surat, janganlah mengulang kata-kata yang telah disebutkan, supaya tidak terkesan kurang sistematik,kecuali untuk menjelaskan yang sulit dimengerti”.

فَاعْطِفْ بِوَاوٍ سَابِقَا وَ لَاحِقًا ۝ فِى اْلحُكْمِ أَوْمُصَاحِبًا مُوَافِقًا

Artinya: “Pupuklah jiwa kesetia kawanan dengan saling mengerti satu sama lain, seia sekata dalam keadaan suka maupun duka”.

وَابْنِ الْـمُعَرَّفَ الْـمُنَادَى الْـمُفْرَدَا ۝ عَلَى الَّذِى فِى رَفْعِهِ قَدْ عُـهِدَا

Artinya:“Pupuklah rasa kepercayaan diri dalam menghadapi ujian ataupun testing berdasarkan keluhuran jiwa tanpa rasa grogi dan tak terpengaruh dengan contekan”.

وَاْلأَكْـــثَرُ اللَّهُمَّ بِالتَّعْوِيْضِ ۝ وَشَذَّ يَا اللَّهُمَّ فِى قَرِيْضِ

Artinya: “Hendaklah kita selalu memperbanyak doa kepada Allah ﷻ dalam menggantungkan usaha yang telah kita lakukan (era et labora), dan tidak menggunakan doa tersebut untuk perkara yang tidak semestinya”.

وَاْلأَمْرُ إنْ كَانَ بِغَيْرِ افْعَلْ فَلَا ۝ تَــنْصِبْ جَوَابَهُ وَجَزْمَهُ اقْبَلَا

Artinya: “Seorang pemimpin bila tidak melakukan apa yang diperintahkannya, pasti tidak akan dipatuhi, bahkan sering diremehkan oleh anak buahnya, karena segala sesuatu dilihat dari realitasnya, tidak dengan pangkat, derajat maupun perkataan”.

وَالْفِعْلُ بَعْدَ الْفَاءِ فِى الرَّجَا نُصَبْ ۝ كَـــنَصْبِ مَا إِلَى التَّــمَنَّى يَـــنْـــتَصِبْ

Artinya: “Pekerjaan yang dilakukan semaksimal mungkin haruslah disertai dengan roja’ (mengharapkan pertolongan Alloh Swt) supaya tidak putus asa ditengah-tengah usahanya, sebagaimana orang yang selalu mengharapkan anak cucunya menjadi baik dengan mendoakan dan memasrahkan diri pada Allah Swt”.

كَـــذَا الْغِنَى عَنْهُ بِأَجْنَـــبِـىٍّ أَوْ ۝ بِمُضْمَرٍ شَرْطٌ فَرَاعِ مَا رَعَوْا

Artinya: “Jadilah orang yang teguh dalam menentukan sikap, tidak tergoyah oleh keadaan dan rayuan, serta mantap dengan kemampuan dan milik sendiri tanpa mengharapkan sesuatu dari orang lain dan selalu menjaga norma-norma susila”.

وَأَيُّ فِعْلٍ أَخِرٍ مِنْهُ اَلِفْ ۝ أَوْ وَاوٍ أَوْيَاءٍ فَمُعْـــتَــلُّ عُرِفْ

Artinya: “Perilaku seorang hamba akan baik. Tapi ada perilaku yang cacat bila itu disebabkan karena 3 (tiga) hal penyakit hati yaitu riya’, sombong dan ujub’.

وَحَرْفُ اْلإِسْتِعْلَاءِ يَكُـــفُّ مُظْــهَرًا ۝ مِنْ كَسْرٍ أَوْ يَا وَكَــذَا تَـــكُــفُّ رَا

Artinya: “Orang yang mempunyai sifat sombong dan angkuh itu akan tercegah kebebasan bergaul, baik dengan sanak kerabat maupun dengan masyarakat sekelilingnya”.

وَلَا تُــمِلْ لِسَبَبٍ لَمْ يَــتَّــصِلْ ۝ وَالْــكَــفُّ قَدْ يُوْجِبُهُ مَا يَنْفَصِلْ

Artinya: “Dan janganlah kau mencintai seseorang yang sekiranya orang tersebut tak mungkin dapat kau miliki, baik dalam pernyataan orang tersebut atau dari temannya, karena akan menjadikan sakit hatimu saja”.

وَفِعْلُ أَمْرٍ وَمُضِيٍّ بُـــنِـــيَا ۝ وَأَعْرَبُوا مُضَارِعًا إنْ عَرِيَا
مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرِ وَمِنْ ۝ نُوْنِ إِنَاثٍ كَـــيَرُعْنَ مَنْ فُتِنْ

Artinya: “Sosok muslim sejati yaitu yang mampu mempertahankan iman dan taqwanya dalam pergolakan dunia modern, konsisten dengan ilmu yang telah dipelajari, mampu menggunakan ilmunya sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa melanggar kriteria hukum juga mampu menepis gejolak jiwa”.

وَفِى اخْـــتِـــيَارِ لَا يَجِـــيْئُ الْـمُتَّصِلْ ۝ إِذَا أَتَى اَنْ يَـــجِــــيْئَ الْـمُــتَّصِلْ

Artinya: “Janganlah mencari suatu perkara yang sukar, kalau memang yang mudah sudah mencukupi sesuai dengan hadits Nabi “yassiru wala tu’assiru”.

وَاَلْعِ إِلَّا ذَاتَ تَوْكِــيْدٍ كَـــلَا ۝ تَمْرُرْ بِــهِمْ إِلَّا الْفَــتَى إِلَّا الْعُلَا

Artinya: “Dan bila mana bahan yang telah dipelajari diulang-ulang terus, sehingga ingatannya kuat/tajam, Insya Allah akan selalu membekas didalam ingatan”.

وَافْـــتَحْ مَعَ الْـمَعْطُوْفِ إنْ كَرَّرْتَ يَا ۝ وَفِى سِوَى ذَلِكَ بِالْــكَسْرِ ائْـــتِــنَا

Artinya: “Kajilah terus ilmu yang telah kau ketahui dengan cara musyawarah, Insya Allah akan terbuka cakrawala ilmu yang luas. Dan bila ilmu yang kau ketahui tidak digali terus, maka akan terpendam dalam-dalam”.

وَإِنْ تُرِدْ بَعْضَ الَّذِى مِنْهُ بُـــنِى ۝ تُـضِفْ إِلَيْهِ مِثْلَ بَعْضٍ بَـــيِّنْ

Artinya: “Bila kau menginginkan sebagian ilmu melekat dalam sanubari, maka pusatkanlah pikiranmu dalam satu tujuan (pelajaran) dan sandarkanlah hatimu selalu pada Allah, sebagaimana para Kyai yang telah mampu mengantongi berbagai ilmu dengan ketekunannya”.

وَالْفَتْــحُ نَزْرٌ وَصْلُ التَّــا وَاْلأَلِفْ ۝ بِمَنْ بِـــإِثْرِ ذَا بِنِسْوَةٍ كَـــلِفْ

Artinya: “Sedikit sekali orang yang terbuka hatinya untuk mendalami ilmu agama dan umum, sementara hatinya selalu tertuju pada cowok/cewek, kecuali hanya sebagian kecil (ilmu) yang diperolehnya”

فَذُو الْبَــيَـانِ تَابِعٌ شِــبْهُ الصِّفَةْ ۝ حَقِيْقِيَّةُ الْقَصْدِ بِهِ مُنْكَشِفَةْ

Artinya: “Orang wawasan ilmunya luas, pada umumnya mampu menerapkan ilmunya sesuai dengan kondisi serta mudah memahami pendapat orang lain dan selalu berusaha menguak cakrawala ilmunya yang masih terselip tabir kebodohan”.

وَالْعِلْمَ احْكِيَـــنَّهُ مِنْ بَعْدِ مَنْ ۝ إِنْ عَرِيَتْ مِنْ عَاطِفٍ بِـهَا اقْـــتَرَنْ

Artinya: “Ceritakanlah riwayat para Nabi, Ulama’ atau pemuka masyarakat setelah mereka meninggal dunia, agar supaya menjadi suri tauladan bagi generasi penerusnya”.

Maka demikianlah, Nadhom Alfiah Ibnu Malik, menghafal dan memahami seluruh aturan dan kaidah Nahwu sejumlah 1002 bait didalamnya adalah obsesi tersendiri, bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri dalam penguasaan Bahasa Arab, tapi bagi penulis, lebih luas lagi, yaitu agar dapat menularkan atau mengajarkannya untuk kebaikan yang lebih luas, menikmati dengan tenang ilmu warisan ulama ini.

 

Semoga bermanfaat ….

 

Facebook Comments

About the author

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *