Pesantren lahir bukanlah dari ruang kosong. Pesantren lahir karena menjawab persoalan masyarakat. Makanya, pesantren selalu terkait erat dengan berbagai kepentingan dan persoalan yang dihadapi masyarakat. Demikian juga yang terjadi dalam berdirinya Pesantren AI-Qaumani, Kauman, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Pendirinya adalah KH Irfan. Berdiri pada tanggal l2 Dzulhijjah 1338 H, bertepatan dengan tanggal 12 Februari 1919 M.<> 

Menurut kisah KH. M. Sholahuddin Humaidulloh, pengasuh Pesantren saat ini, Pesantren Al-Qaumani berdiri karena ada sebagian masyarakat Kaliwungu yang melakukan rutinitas buruk, yaitu menyabung ayam (adu ayam). 

“Suatu hari KH. Irfan bin Musa datang ke tempat penyabung ayam untuk ikut mengadukan ayam jagoannya. Ternyata setelah diadu ayam jago milik Kyai Irfan menjadi menang, tak ada satupun yang bisa menandinginya. Pada keesokan harinya, para penyabung ayam itu berbondong-bondong mendatangi rumah sang kiai karena dikenal dengan kejadukannya (kemasyhurannya),” tegas Kiai Sholahuddin, Rabu, (14/1) di Kendal.

Saat itu, Kiai Irfan berkata,  “pitikku wes mati, tak sembelih, kae neng mburi (ayamku sudah mati, tak sembelih, itu adalah di belakang)”. Setelah itu Kiai Irfan kembali berkata “ketimbang sampean adu pitik luweh becik ngaji seloso lan setu neng kene mbek aku” (daripada kamu menyabung ayam lebih baik ngaji hari selasa dan sabtu di sini sama aku). Setelah kejadian itu, lanjut Kiai Sholah, masyarakat tidak lagi menyabung ayam dan mengikuti nasihat KH. Irfan bin Musa dengan ikut mengaji. 

Proses Transisi Kepemimpinan 

Pondok Pesantren AI-Qaumani dibangun di atas tanah Waqof dari KH. Irfan. Sementara biaya pembangunannya 75 persen dari kakaknya, yaitu H. Abdurrosyid, 25 persen dari masyarakat Kaliwungu. Sebagai pengasuhnya adalah KH. Irfan bin Musa. Pada waktu itu belum ada santri yang dianggap besar, sehingga Lurah Pondok dipercayakan kepada keponakannya, Kiai Ahmad Ru’yat dan dibantu oleh Kiai Usman Abdurrosyid, kemudian Kiai Ru’yat digantikan oleh Kiai Idris Kempek Cirebon. Selama 10 tahun, KH. Irfan mengajar langsung para santrinya.

Kemudian pada Ahad kliwon setelah Dzuhur tanggal 13 Romadlon 1349 H/ 1 Februari 1931 M Kiai Irfan dipanggil oleh AI-Kholiq di rumah tetangganya. Setelah KH. lrfan wafat serta pindahnya Kiai Idris sebagai Lurah Pondok Tebuireng Jombang, Pengasuh Pondok dipegang langsung oleh KH. Ahmad Ru’yat bin Abdullah bin Musa dan Lurah Pondok dipercayakan langsung kepada adiknya Kiai Abdullah bin Idris bin Musa.

Pada waktu KH. Ahmad Ru’yat mengasuh pondok, perkembangan santri maju pesat, sehingga dibangunlah beberapa asrama santri atau komplek sebagai berikut: Komplek B, pada waktu itu tanahnya masih pinjam kepada Kyai Usman dan Nyai Zainab Ahmad Ru’yat dan tanah sebelah selatan (gedung AI-Maswa), Komplek AG di atas tanah waqaf Nyai Maimunah (mertua Kiai Humaidullah).

Malam Jum’at ba’da Maghrib 9 Rabiul Tsani 1388 H/4 Juli 1968 M KH. Ahmad Ru’yat wafat. Kemudian setelah beliau wafat, Pengasuh Pondok Pesantren diserahkan kepada putra pendiri Pondok, yaitu KH. Humaidullah Irfan. Selama pengasuh pondok dipegang Kiai Humaidullah, ia mempercayai Ustadz Dimyati Ro’is sebagai Ro’isul Ma’had (Lurah Pandok), dan dalam kepemimpinannya, ia menambah sistem pendidikan yang ada di pondok dengan sistem kelas, yaitu Tsanawiyyah dua tahun, dan tingkat Tsanawiyah disesuaikan dengan sistem pendidikan yang ada di bawah Depag pada waktu itu, yakni enam tahun. 

Selama 17 tahun, KH. Humaidullah Irfan menjadi Pengasuh Pondok Pesantren dan akhirnya pada malam Selasa jam 11.23 menit tanggal 29 Romadlon 1405 H/17 Juni 1985 M ia wafat dalam usia 73 tahun. Kemudian pengasuh Pondok diamanatkan kepada putranya KH. Muhammad Imron Humaidulloh dan dibantu adiknya KH. M. Sholahuddin Humaidulloh. Pada tahun 2003 KH. M. Imron Humaidullloh meninggal, kemudian pengasuh pondok dipegang oleh KH. M. Sholahuddin Humaidulloh hingga sekarang.  

Menjadi Tempat Tafaqquh Fiddin

Pelan tapi pasti, Pesantren AI-Qaumani berkembang menjadi pesantren yang dirindukan masyarakat karena menjadi tempat mengaji dan tafaqquh fiddin. Pesantren AI-Qaumani  tidak hanya megembangkan rasio atau pemikiran belaka, tetapi juga mengedepankan pengembangan moral spiritual, sehingga para santri diharapkan mampu meneruskan penerus perjuangan ulama’ dalam mengembangkan, menyebarkan, menyampaikan dan memahamkan  ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat. 

“Pesantren ini dikenal dengan pesantren salaf. Pesantren ini juga merupakan lembaga ta’lim dan tarbiyah yang berkaitan langsung dengan al-Iman, al-Islam, al-Ihsan dan hal-hal yang yang berkaitan dengan tiga hal tersebut,” tegas Kiai Sholahuddin. 

Pendidikan akhlaq, lanjut Kiai Sholah, merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, karena akan melandasi keseimbangan mental yang dapat menghindarkan manusia dari gangguan-gangguan yang membahayakan kehidupannya, yang tidak menutup kemungkinan akan membahayakan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

“Sekalipun demikian, Pesantren ini dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tidak menutup diri dan selalu kooperatif dengan berpegang pada kaidah: menjaga hal-hal lama yang baik serta mengambil, menambah hal-hal yang baru yang mendatangkan kemaslahatan dalam kegiatan belajar mengajar,” tambahnya.

Dalam perkembangannya, masih kata Kiai Sholah, pesantren ini mengelola lembaga  pendidikan sendiri yang dikenal  dengan  nama  Madrasah  Salafiyah  Miftahul  Hidayah (MSMH). Setiap   santri  harus  belajar  serta sekolah di madrasah tersebut. Madrasah Salafiyyah Miftahul Hidayah (MSMH) telah berhasil mencetak tokoh-tokoh agama dan masyarakat, serta lulusan dari madrasah ini dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi dan tidak sedikit dari alumninya yang telah berhasil mendapat gelar sarjana.

Pendidikan dalam pesantren ini terus berkembang. Selain tetap menjaga tradisi pesantren, seperti bandongan, sorogan, bahtsul masail, juga mengikuti berbagai perkembangan melalui pelatihan jurnalistik, komputer, dan lainnya. Pesantren ini juga dilengkapi dengan perpustakaan dan koperasi. 

Facebook Comments