www.apikkaliwungu.com_Di beberapa daerah di Indonesia, banyak dijumpai acara tasyakuran atau selametan karena mengkhatamkan al-Quran.Tak terkecuali di Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman Kaliwungu Kendal.Santri Kelas SP II mengkhatamkan juz 30 bilhifdhi sedangkan untuk kelas 3 Tsanawiyah mengahatamkan 30 juz binnadzri pada hari Jum’at 10 Februari 2024 M /28 Rajab 1445 H.
Jika ada anak pertama kali mengkhatamkan Al-Quran, lalu mengadakan tasyakuran dengan mengundang orang banyak untuk berdoa dan makan bersama. Ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah dan ungkapan kebahagiaan karena mereka sudah berhasil mengkhatamkan al-Quran. Dalam Islam, bagaimana hukum mengadakan tasyakuran al-Quran ini, apakah ada anjurannya?
Mengadakan tasyakuran setelah mengkhatamkan al-Quran dengan tujuan bersyukur kepada Allah dan menunjukkan kebahagiaan termasuk perkara yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Kita diperbolehkan untuk mengundang banyak untuk berdoa dan makan bersama dalam rangka mensyukuri nikmat Allah berupa khatam al-Quran.
Hal ini telah dilakukan oleh Sayidina Umar bin Khaththab. Ketika beliau selesai mempelajari surah al-Baqarah selama 12 tahun, maka beliau menyembelih seekor unta sebagai bentuk kebahagiaan dan rasa syukur kepada Allah. Dalam kitab Syu’abul Iman, Imam al-Baihaqi meriwayatkan sebagai berikut;
تعلم عمر سورة البقرة في اثنتي عشرة سنة فلما ختمها نحر جزورا
Artinya:“Sayidina Umar mempelajari surah al-Baqarah selama 12 tahun. Setelah mengkhatamkannya, beliau menyembelih seekor unta.”
Nampak Abah KH.M.Sholahuddin Humaidullah Irfan sedang memberikan mauidhoh kepada para Mukhotomin agar merasa bersyukur santri yang khatam Al-Quran terdapat. ”Mengaji Alquran sampai khatam 30 juz bukan pekerjaan mudah. Butuh waktu yang tidak sebentar dan kesabaran. Karena itu yang ngaji harus sabar yang mengajar juga harus sabar,” katanya.
Menurutn Abah mengaji Al-Quran harus dengan guru atau kiai. ”Jangan mengaji Al-Quran sendirian, apalagi hanya membaca terjemahan
Selain mengadakan tasyakuran khataman al-Quran, kita disunahkan juga untuk berpuasa pada hari kita mengkhatamkan al-Quran. Di daerah tertentu, anjuran berpuasa ini sangat diperintahkan pada anak yang pertama kali khatam al-Quran. Meskipun pada dasarnya, berpuasa ini disunahkan pula setiap kali kita mengkhatamkan al-Quran.
Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Azkar berikut;
وَيُسْتَحَبُّ صِيَامُ يَوْمِ اْلخَتْمِ اِلَّا اَنْ يُصَادِفَ يَوْمًا نَهَى الشَّرْعُ عَنْ صِيَامِهِ وَقَدْ صَحَّ عَنْ طَلْحَةَ بنِ مُصَرِّفْ وَاْلمُسَيِّبْ بنِ رَافِع وَحُبَيْبِ بنِ اَبِيْ ثَابِتٍ التَّابِعِيْنَ اُلكُوْفِيْنَ رحمهم الله اَجْمَعِيْنَ اَنَّهُمْ كَانُوْا يُصْبِحُوْنَ صِيَامًا فِي اْليَوْمِ الذِيْ يَخْتَمُوْنَ فِيْهِ
Artinya: “Disunahkan berpuasa di hari mengkhatamkan al-Quran kecuali bertepatan dengan hari yang dilarang oleh syara’ untuk berpuasa. Sungguh benar bahwa Thalhah bin Musharrif, al-Musayyab bin Rafi’ dan Hubaib bin Abi Tsabit dari kalangan tabiin Kufah, mereka semua berpuasa di hari di mana mereka mengkhatamkan Al-Quran.”
Dengan demikian, melakukan tasyakuran khataman al-Quran dan berpuasa termasuk perkara yang dianjurkan. Bahkan telah dilakukan oleh sahabat Umar dan ulama dari kalangan tabiin Kufah, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Baihaqi dan Imam Nawawi di atas.
By: Abdul Majid Muhdlor
Leave a comment